14 Des 2021

Framing Liar yang menghantam Pesantren


Ada banyak pihak yang kurang senang dengan eksistensi Pondok Pesantren atawa Dayah. Blundernya pemberitaan terkait pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru sekolah yang nota bene bukan guru pondok pesantren atawa dayah. Banyak pemberitaan di medos, membangun framing guru pesantren di Bandung perkosa 12 santri hingga hamil. Kegaduhan di media massa dan elektronikpun tak terbendung.

Lantas kenapa framing itu semakin liar? Jangan-jangan ada skenario besar lagi menghantam Pesantren atawa dayah. Pemberitaan ini pula menyebabkan salah seorang kawan memancing emosi, hingga menulis status di dinding FB; ‘”Pemberitaan perihal salah seorang guru tersebut, memancing emosi saya. Sebagai orang yang pernah mondok di pesantren kepada para pihak perlu jeli memberitakan, dalam setiap pemberitaan yang saya lihat, tidak disorot bahwa tempat pelaku melakukan perbuatan bejatnya betul-betul di pesantren.

Melainkan sebuah rumah, yang dalam sorotan kamera seperti rumah yang disegel. Saya tidak tahu, entah kita semua latah dengan UU yang saat ini terlalu mengarah ke dunia pendidikan. Yang pasti, persoalan ini lebih mengarah ke masalah pribadinya.

Sekali lagi yang pasti yang bersangkutan bukan guru Pesantren. Mungkinkah ada skenario besar ingin mencorengkan institusi pendidikan agama Islam? Hanya waktu yang menjawab. Sekedar informasi sebuah institusi di katakan Pesantren atawa dayah memiliki kriteria antara lain; adanya kiyai atau sebutan lain, adaya bilik/asrama, adanya musalla/masjid, adanya adanya pembelajaran kitab thurats (kitab gundul/kitab kuning), dengan pola pendidikan muallimin, adanya santri yang mondok, serta memililiki sertifikat izin operasional dari Kementrian Agama Republik Indonesia, khusus di Aceh adanya legalitas SKT yang dikeluarkan oleh Disdik Dayah Aceh dan Disdik Dayah Kab/Kota. Jika ternyata pakem tersebut tidak dimiliki, maka belum dikualifikasi pesantren.  Tapi dikualifikasi Islamic Boarding School atawa sebutan lain.



Tidak ada komentar: