6 Nov 2019

Cara kami berkomunikasi dengan santri dayah


Oleh: Bung Syarif*

Dayah atawa pondok pesantren didirikan tidak hanya bertujuan mensyiarkan ilmu-ilmu agama Islam, tetapi juga wadah kegiatan sosial-kemasyarakatan, termasuk sebagai wadah pergerakan nasional kemerdekaan melawan penjajah. Dalam konteks nasioal Pesantren kini telah menjadi icon baru pendidikan keagamaan Islam. Tradisi dan amaliyah keagamaan yang berkembang di pesantren juga dipraktikkan oleh masyarakat. Ulama pesantren dijadikan simbol akhlak dengan segala kearifan dan kebijaksanaannya. Mereka membawa ajaran-ajaran yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW. Nasihatnya didengar, petuahnya direnungkan, dan fatwanya diikuti.


Bukan bertujuan mengkultuskan pribadi manusia, melainkan karena akhlak mulia dan kedalaman ilmunya. Kearifan kiyai memunculkan keluhuran tradisi pesantren yang hingga kini berkembang di tengah masyarakat luas. Jauh daripada itu, para ulama pesantren berjuang atas dasar kemaslahatan bangsa, bahkan skala global. Prinsip kemerdekaan bangsa yang akan memunculkan kemaslahatan bersama harus diperjuangkan bersama-sama.
Ulama dayah/pesantren berperan sebagai penggerak rakyat melawan penjajah. Bahkan selain sebagai tempat menempa ilmu-ilmu agama dan wadah pergerakan nasional, pesantren juga sebagai tempat penyemaian kecintaan santri dan masyarakat terhadap bangsa dan negaranya. Pada titik itulah kearifan dalam memandang kepentingan bangsa menjadi tolak ukur perjuangan para ulama pesantren beserata santri-santrinya. Mereka berhasil mendudukkan bersama antara prinsip keagamaan dengan konsep berbangsa dan bernegara dalam irama persatuan sebagai modal penting melawan penjajah. Dalam kondisi terjajah, prinsip kecintaan tanah air merupakan aktualisasi nilai-nilai agama sehingga perjuangan memerdekakan bangsa Indonesia merupakan panggilan agama.

Prinsip tersebut mengilhami KH Muhammad Hasyim Asy’ari (Pendiri NU) sehingga lahir konseptualisasi agung “hubbul wathani minal iman” (cinta tanah air adalah bagian dari iman). Istilah iman di sini tidak hanya berlaku bagi umat Islam, tetapi juga konsep iman menurut keyakinan dan agama-agama lain di luar Islam. Dampaknya, konsep tersebut tidak hanya menggelorakan perjuangan umat Islam, tetapi juga umat-umat agama lain beserta seluruh bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari kungkungan penjajah.

Kini tentunya konsepsi ini masih relevan dalam makna yang luas. Dalam dialektikan yang lain melanggengkan tradisi keilmuan di Dayah/Pesantren khususnya di Aceh semakin kelihatan. Berbagai Event Festival Antar Santri Dayah dilakoni dibawah kepempimpinan Usamah El-Madny. Mantan Sekum DPD KNPI NAD (Aceh) ini sangat lincah dalam merumuskan program milenial dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya insani khususnya bagi santri. Tak ada cara lain, Event Festival bagian dari wujud evaluasi nan ceria agar santri dayah percaya diri tampil di publik. Sejak Disdik Dayah Aceh dibawah kendali Usamah El-Madny, sunguh luar biasa. 

Sejak tanggal 5-7 November 2019, Hotel Mekkah menjadi Locus Utama Festival Baca dan Tulis Manuskrib Kuno Karya salah satu Ulama Besar Aceh bertaraf dunia, Syekh Abdurrauf Bin Ali Al Fansuri dengan kitabnya Turjaman Al-Mustafid. 23 Kabupaten Kota mengutuskan pesertanta kecuali Aceh Barat, Abdya, Semeulu dan Aceh Tengah. Selaku pendamping yang ditunjuk atasan, maka saya berusa memberikan kenyamanan bagi santri dayah Banda Aceh.

Target kami tidak ambil juara, tapi lebih memberikan energi sapodang. Karna kami punya misi lain yaitu santri dayah di Banda Aceh percaya diri diatas rata-rata, walau tidak juara. Hehe..kali ini saya ajak mereka menikmati kuliner terbaik santri yaitu menikmati makanan indomie berbalut telur serta miniman jus sesuai selera. Pojok Hotel Mekkah menjadi tempat mangkal kami hingga pukul 23.30 Wib. Setelah itu kami langsung menuju hotel untuk beristirahat. Ikuti terus ulasan bung syarif praktisi dayah Aceh yang lama bergelud dalam dunia persilatan reformasi birokrasi.

Tidak ada komentar: