4 Okt 2019

Benteng Jepang, Situs Cagar Budaya Sabang


Oleh: Bung Syarif*

Ketika Jepang mendarat di Sabang pada 11-12 Maret 1942, mereka mulai membangun benteng-benteng pertahanan di seluruh Pulau Weh untuk persiapan menghadapi Perang Asia Pasifik, khususnya di tepi pantai berupa benteng pertahanan pantai, dengan dilengkapi meriam anti kapal perang," batu nisan racikan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Sabang didukung oleh Sabang Heritage Society di papan penanda Japanese Coastal Fortress.

Selama ini, Kota Sabang masyhur akan deretan pantai berpasir putih nan indah. Tak banyak yang tahu bahwa daerah yang terletak di Pulau Weh, Aceh ini juga memiliki ribuan benteng peninggalan Angkatan Laut Jepang yang sebagian di antaranya masih berdiri kokoh. Julukan Kota Seribu Benteng pun tersemat pada titik paling utara Indonesia ini.

Selama kurun waktu 1942-1945 Sabang menjadi pangkalan Angkatan Laut yang besar. Hal ini dikarenakan Pulau Weh semasa pemerintahan Hindia Belanda dijadikan sebagai titik utama penyimpanan minyak untuk kapal laut yang terletak di pangkalan angkutan laut Sabang.

Menurut referensi dari Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS), sejak 14 Juli 1942, Sabang menjadi markas Angkatan ke-9 Armada Expeditionary 1 Angkatan Laut Jepang.
Pecahnya Perang Dunia II berdampak besar bagi Sabang. Jepang menganggap kota ini punya posisi strategis sebagai pelabuhan militer dan garis pertahanan udara terdepan dalam menghadapi ancaman sekutu dari arah Barat.

Jepang membangun benteng serta bungker di sekeliling garis pantai dan perbukitan Sabang untuk memperkuat pertahanan mereka, seperti di Ujung Kareung, Aneuk Laot, Bukit Sabang dan sepanjang Pantai Kasih.

Dari ribuan benteng dan bungker yang ada di Sabang, beberapa di antaranya masih kokoh berdiri dan bahkan dijadikan spot-spot wisata sejarah. Biasanya, benteng dan bungker ini dibangun di kawasan yang didukung dengan panorama alam yang indah.

Kompleks benteng besar di Sabang yang telah banyak dikunjungi wisatawan termasuk Kompleks Benteng Batere A, Japanese Coastal Fortress (Benteng Pertahanan Pantai Jepang), dan Benteng Anoi Itam. Namun, di luar benteng besar itu, tersebar pula benteng dan bungker lainnya.

Dari atas bangunan pengintaian, pengunjung bisa melihat pemandangan Teluk Sabang dengan amat jelas, lengkap dengan kapal yang tengah lalu lalang dari kejauhan. Melihat betapa ranumnyan cagar budaya yang ada di Sabang berdasarkan selancaran disosmed, kami menggunakan momentum Rakor PD Pontren se-Aceh yang berlangsung sejak tanggal 1 s/d 4 Oktober 2019 guna menelusuri salah satu situs budaya yaitu “Benteng Jepang” atawa dikenal Benteng Anoi Itam, Sabang. Mata Ie Resort menjadi markaz besar peserta Rakor PD Pontren Kanwil Kementrian Agama Provinsi Aceh. Diikuti oleh 23 Kab/Kota dengan komposisi peserta terdiri dari unsur Kanwil Agama Aceh, Kanmenang Kab/Kota, Disdik Dayah Kab/Kota, Mudi Mahad Aly serta Dispora Aceh.

Perjalanan kami (Syarif-Mannan-Iqbal) dari markaz besar menuju Benteng Jepang kurang lebih 20 menit, sesampai di sana, ada perasaan senang, sedih dan pilu. Senang karena Sabang sarat dengan situs budaya dan sejarah yang mashur seantero dunia,  sedih dan pilu karena cadar budaya tersebut kurang terawat bahkan “beucung” bau pesing kata anak-anak zaman sekarang. Maka dari itu menjadi penting negara hadir disaat yang tepat guna menjaga dan merawat situs budaya dan sejarah ini. Walaupun “beucung” setidaknya kami sudah melihat dengan terang benderang. Betapa Sabang itu Indah alamnya, banyak cagar budayanya, tetapi kurang perawatan....hehe.

*Penulis adalah Peserta Rakor PD Pontren wakil Banda Aceh

Tidak ada komentar: