Sejak
tahun 1977 di berbagai negeri muslim, bahkan juga di negara eropa berkembang
gerakan Islamisasi Pengetahuan. Diantaranya melalui The International Institute of Islamic Thought yang berpusat di
Virginia, Amerika Serikat, telah banyak dilakukan berbagai upaya utuk membuka
wacana baru bagi perkembangan pemikiran ilmu pengetahuan dalam perspektif
Islam.
Gerakan
ini berawal dari keprihatinan ilmuan atas krisis pemikiran Islam dalam tubuh
umat Islam (Khalil, 1994). Khalil menjelaskan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan
merupakan suatu aktivitas keilmuan seperti mengungkapkan, mengumpulkan,
menghubungkan dan menyebarluaskan menurut sudut pandang Islam terhadap alam,
kehidupan dan manusia.
Proses
Islamisasi pengetahun bergerak pada dua poros utama yaitu poros teoritis dan
praktis. Poros pertama bertugas memperkenalkan, menjelaskan urgensi dan
mengelompokkan mata rantai pokok dari ilmu pengetahuan serta menjelaskan sikap
Al-Qur`an dan prinsip-prinsip dasar Islam secara umum terhadap ilmu pengetahuan
modern. Dilain pihak poros kedua menentukan bentuk orientasi pokok dan
rinciannya yang mendetail sesuai pandangan Islam yang nantinya akan diamalkan
kelak dilapangan bisnis secara nyata.
Proses
Islamisasi ilmu pengetahuan memiliki empat tingkatan yaitu: kepentingan aqidah,
kepentingan manusia, kepentingan peradaban dan kepentingan Ilmiah. Kepentingan
Aqidah dimaksudkan agar umat Islam sadar bahwa aqidah Islam adalah dasar dasar
ilmu pengetahuan dan aktivitas keilmuan. Kepentingan kedua kemanusian adalah
konsekwensi logis dari kepentingan pertama, dimana setiap Ilmu pengetahuan
didasarkan pada kontrol iman dan mewujudkan manusia yang taat pada sang khalik.
Kepentigan
ketiga peradaban menjadi konsekwensi berikutnya bahwa kehidupan dengan sistem
Islam dan segala aktifitas yang telah dikendalikan secara imani serta berjalan
dengan koridor agama berujung pada kemajuan peradaban. Sementara kepentingan
terakhir yaitu kepentingan Ilmiah dimaksudkan bahwa segala aktivitas keilmuan selalu
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Pengetahuan
yang berkaitan dengan keimanan dan hukum harus bersandarkan aqidah Islam,
karena aqidah muncul dengan membawa dua unsur yakni keimana dan hukum. Apapun
yang bertentangan dengan standar aqidah Islam tidak bisa dijadikan rujukan dan
diamalkan sebagai contoh teori evolusi Darwin yang mengatakan bahwa
perkembangan manusia berawal dari hewan primata. Teori ini jelas bertentangan
dengan firman Allah QS. Ali Imran ayat 59 yang artinya: “.
Sesungguhnya
perumpaman Isa dan di sisi Allah seperti halnya perumpaman Adam. Ia diciptakan
dari tanah, kemudian Dia katakan: :jadilah engkau, maka jadilah”.
Contoh
lain rencana kloning terhadap manusia. Ide yang berawal dari riset Dr. Ian
Wilmut yang awalnya berhasil melakukan kloning domba, berencana melakukan
kloning terhadap manusia. Gagasannya kemudia ditentang kalangan cendikiawan muslim
se-dunia. Karena metode kloning ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
Islam
menjaga keturunan dengan ikatan perkawinan, bukan dengan sistem kloning. Bila sistem
kloning ini dilakukan akan merusak sistem nilai Islam. Ihwal keturunan, sistem
pewarisan dan sebagainya.
Imam
Al-Ghazali pernah berkata: “Apabila ilmu dan karya-karya yang dimiliki non
muslim lebih baik dan lebih utama dengan karya yang dimiliki kaum muslimin,
maka kaum muslimin berdosa dan kelak mereka akan dituntut atas kelalaiannya.” Pesan
Imam Al-Ghazali ini sejatinya menjadi spririt bagi ilmuan muslim untuk terus
mengembangkan berbagai kedisplinan ilmu guna kemaslahatan ummat dan keteguhan
hati dalam menjalankan perintah Allah. Dengan ilmu hidup ini mudah, dengan seni
hidup jadi indah dan dengan agama hidup jadi terarah.
Dalam
realitas keilmuan, terdapat tiga kebenaran yaitu kebenaran Imani (I`tiqad), kebenaran Syar`i dan kebenaran Waqi`i (faktual). Kebenaran imani menyangkut
sejumlah perkara yang menjadi bagian dari keyakinan seseorang muslim yang
bersifat pasti. Misalnya syurga dan neraka pasti ada. Bahwa manusia diciptakan
untuk beribadah kepada Allah dan syariat yang diturunkan sebagai pembawa rahmat
bagi sekalian alam. Ajaran ini wajib diyakini dengan azam yang kuat dan tidak
boleh tergoyahkan.
Kebenaran
Syar`i adalah kebenaran yang
ditetapkan berdasarkan keputusan syariat. Bahwa Babi itu haram, khamar itu
haram, larangan berzina, dilarang membuka aurat dan sebagainya. Sementara
kebenaran Waqi`i muncul dari ketepatan memformulasikan penginderaan atas
fakta-fakta yang ada. Oleh karenanya kebenaran ini lahir dari pengamatan
inderawi maka kebenaran ini bersifat universal yang memilik standar yang sama
disetiap komunitas manusia.
Kebenaraan
Waqi`i (sains) dapat berbenturan
dengan kebenaran imani dan kebenaran syar`i. Jika rumusan kebenaran sains
bertentangan dengan aqidah dan syariah maka rumusnya harus dinyatakan salah.
Misalnya lahirnya aturan-aturan negara yang bertentangan dengan kebenaran imani dan syar`i maka kebenaran ini harus berani ditolak. Maka disinilah
butuh keberanian seorang ilmuan dalam melakukan timbangan yang tepat atas
ijtihad keilmuan yang akan dikembangkannya, jangan sampai “ijtihad keilmuannya”
berbenturan dengan standar keimanan dan syar`i. Wallahu `alam binshawab
*Penulis
adalah Direktur Aceh Research Institute
(ARI) dan Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry
Tidak ada komentar:
Posting Komentar