28 Jul 2023

Milad ke-25 DTI: “Saatnya Berkarya Untuk Negeri”



Oleh Bung Syarif*

Dayah Terpadu Inshafuddin (DTI) adalah lembaga pendidikan Islam yang memadukan Ilmu agama dengan Ilmu pengetahuan umum. Berdiri sejak tanggal 17 Juli 1998 didirikan oleh tokoh ulama Aceh  dan cendikiawan antara lain: Tgk. H. Daud Zamzami, Tgk. H. Nasruddin Daud, Tgk. H. Ismail Yakob, Prof Dr. Safwan Idris, MA, Prof. Dr. Azman Ismail, Lc, MA, Dr. Qismullah Yusuf, MA,. Prof. Dr. Hasbi Amiruddin, MA, Drs, Tgk. H. Razali Sabil, M.Ag, Drs, H. Hasyim Daud, MM, Drs. Tgk., Abdullah Usman, Drs. Tgk. H. Bardad MS. Lc,  Dr. Tgk. H. Syamsul Rizal, M.Ag, Drs. Tgk. Burhanuddin Muhammad Kabir, Dr. Damanhuri Basyir, M.Ag serta Drs. H. M.Jakfar Puteh, M.Pd. Tim 14 inilah yang kemudian memformulasikan arah kebijakan DTI awal berdirinya.

Dalam perjalanannya, DTI membuka dua jenjang pendidikan yaitu tingkat SMP dan SMA. Awal berdirinya DTI berpindah-pindah tempat mulai dari menumpang belajar di SD Beurawe, Pelanggahan hingga kemudian pindah kel Lampriet dan akhirnya permanen di Lampriet dengan gedung tiga lantai berdiri megah dan kokoh di Pusat Ibukota

Kehadiran DTI sebagai kerisauan Tim empat belas yang melihat moralitas pemuda/pelajar semakin merosot (ugal-ugalan). DTI merupakan tanah hibah dari Gubernur Aceh yang kala itu dijabat Bapak Prof. Drs.H. A Majid Ibrahim sebagaimana tertuang dalam alas hak sertifikat nomor 01.01.01.04.300127 dengan luas 7.344 M2.

Diatas tanah tersebut dibangun ruang asrama, ruang serba guna, musalla, pustaka, ruang belajar, mes guru, laboratorium kimia dan fisika, laboratoriun bahasa, kamar manci, WC, ruang generator, dapur umum, lapangan olahraga, pos jaga dan laundry.

Guna menjamin keberlangsungan lembaga pendidikan DTI dibentuk Yayasan Pembina Ishafuddin. Yayasan inilah kemudian memformulasikan manajemen Pendidikan DTI. Apa saja nomenklatur jabatan yang dibutuhkan mulai dari Dewan Pengawas, Komite Dayah, Pengurus YPI, Penetapan Pimpinan Dayah, Wakil Pimpinan, Kepala Sekolah SMP dan SMA serta jabatan lainnya yang dibutuhkan demi kemajuan DTI.

Dalam sejarah perjalanan DTI, kurikulum DTI memiliki karakteristik berbeda dengan dayah lainnya terutama dalam pendekatan integralnya yaitu ; Keterpaduan lintas subjek, keterpaduan waktu dan keterpaduan program ekstrakurikuler. Ini semua harus dilaksanakan secara profesional, transparan dan akuntabel. Karna itu Pimpinan Yayasan berwenang dalam melakukan rotasi, mutasi dan penunjukan/pengangkatan orang-orang yang dianggap cakap dan layak untuk menduduki bidangnya sesuai kompetensinya.

Tentu di umurnya yang ke-25 Tahun (17 Juli 1998-17 Juli 2023), DTI terus melakukan berbagai lompatan agar eksistensinya mendapat tempat yang menarik dan seksi bagi wali santri bansigoem Aceh.

Tujuan Didirikan DTI

Menurut Tgk Hasyim Daud, Tujuan didirikan DTI agar generasi paham tentang agama sehingga mereka tidak terjerumus kepada kekafiran. Jika umat muslim tidak peduli pada khazanah keislaman maka suatu saat Aceh akan seperti Filipina. Dimana awalnya Filipina Umat Islam mayoritas, akan tetapi kini menjadi minoritas. Dimana orang muslim di Filipina dikenal dengan Moro (sifat yang masa bodoh, curang, keras, penganut poligami, budak, bajak laut dsb) dan Khaek (asing atau imigran yang dibenci). Tujuan lainnya adalah mencetak santriwan/wati yang beriman dan berimtek yang kuat, cerdas dan trampil dalam menguasai berbagai disiplin keilmuan, berwawasan kebangsaan dan patriotisme yang tinggi, berakhlak mulia serta mempunya wawasan global dan dunia.

Falsafah dibalik Nama

Kata inshafuddin terambil dari dua kata yaitu Insaf dan al-Din. Insaf bermakna sadae atau mengerti. Insaf juga bermakna sadar atas kekeliruan dan bertekad untuk memperbaikinya

Sementara al-din bermakna agama. Jadi Falsafah dari nama Inshafuddin adalah DTI sejatinya menjadi lembaga pendidikan yang mampu menyadarkan santri kejalan yang lurus. Didikan DTI mestinya berefek pada penyadaran akan nilai-nilai ilahiyah dengan cara-cara yang bermartabat. Sadar akan pentingnya ajaran agama yang benar sesuai manhaj ahlussunnah wal jamaah. Muatan kurikulum dayahnya harus sesuai dengan Itiqad jumhur ulama, tidak menyimpang. Lembaga Pendikannya harus benar-benar berjalan sesuai koridor. Jangan menjadikan Dayah sebagai ajang elektoral politik praktis. Karna itu akan membuat dunia pendidikan tercabik-cabik bahkan perpotensi mundur. Karna itulah Visi DTI “Terwujudnya insan yang unggul dalam sain berdasarkan IMTAQ” harus dikawal oleh semua komponen yang punya komitmen yang tinggi dalam memajukan DTI.

Di usia DTI yang ke-25 tentu sudah banyak melahirkan alumni dalam berbagai profesi diantaranya berprofesi sebagai; Dosen, Ulama Muda, Aktivis/LSM, Birokrat, Guru, Ustadz/Ustazah, Pengusaha, Politisi, TNI/POLRI serta berbagai profesi mulia lainnya. Alumninya juga kini menyebar diberbagai belahan dunia baik yang melanjutkan studi jenjang Sarjana (S1), Magister (S2) hingga Doktoral (S3) diantaranya; Belanda, Canada, Australia, Turki, Jepang, Singapura, Malysia, Amerika, Mesir, Sudan, Maroko serta beberapa Universitas ternama di Nusantara.

Ini adalah potensi yang besar yang harus dirawat oleh Yayasan guna pengembangan DTI lebih unggul kedepan. Setidaknya menurut penulis ada beberapa langkah yang harus dilakukan diantaranya:

Pertama; Aspek Penguatan Kurikulum Terpadu. Dalam implementasinya tentunya harus dicari  orang yang tepat dan mampu menyusun kurikulum secara integratik antara kurikulum Dayah dengan Kurikulum Ilmu Pengetahuan Umum. Asas perkembangan zaman perlu di masukkan dalam kurikulum dayah seperti adanya muatan pendidikan kesehatan dayah, dayah ramah anak, kewirausahaan dayah serta muatan isu-isu nasional dan local wisdom lainnnya.

Kedua: Aspek Inovasi dalam sistem pembelajaran. Mempertahankan kurikulum yang ada tanpa inovasi, maka akan tergilas dengan perkembangan zaman. Santrinya harus memahami Ilmu Teknologi serta ilmu terapan lainnya seperti Ilmu Astronomi/Ilmu Falak.

Ketiga: Penguatan Kitab Turats (kitab gundul). Aspek penguatan Kitab Turats menjadi ruhnya dayah. Karna itu perlu dipikirkan langkah-langkah strategis dan jitu dalam proses pembelajaran kitab turats. Tentunya tidak semua santrinya kuat dan mampu memahami kitab turasts secara sempurna, setidaknya dasar-dasarnya sudah dipahami. Karna itu perlu diupayakan guru yang punya metode praktis dan cepat dalam memahami kitab turats. Dibeberapa Pesantren Pulau Jawa telah mengembangkan konsep “Amsilati”, serta berbagai konsep mudah dan cepat memahami kitab turats. Karnanya Guru-guru perlu dilatih dan dikuatkan kemampuan dan ketrampilannya.

Keempat; Aspek pelayanan yang responsif. Setiap ada keluhan wali santri harus direspon secara cepat, tepat dan profesional. Jangan takut pada kritikan yang sifatnya membangun. Dalami semua problem yang terjadi lalu cari solusi penyelesaiannya.

Kelima: Kembangkan model pembelajaran yang menyenangkan bagi santri. Sudah sepantasnya semua komponen yang bersentuhan dengan pembinaan santri harus diwujudkan dengan model pembinaan yang menyenangkan. Hindari cara kekerasan, pemberian hukuman fisik dan beralih menuju edukasi yang santun dan beradab. Cara-cara yang membentak dan menghardik siswa/santri sejatinya harus ditinggalkan. Insya Allah penulis berkeyakinan DTI akan semakin maju dan berkembang. Saatnya Alumni berkarya untuk negeri.

Keenam: DTI harus membuka diri menerima perubahan yang diyakini baik untuk kemajuan dunia pendidikan. Bagun relasi dengan mitra bestari baik kalangan Kampus/Perguruan Tinggi, Perusahaan, Perbankan serta lembaga-lembaga lainnya yang beririsan yang mampu mendorong DTI untuk lebih baik. Rawat potensi alumni-nya dengan berbagai ragam profesi yang dimilikinya. Jaga citra positif almamaternya. Krue semangat, sekali lagi selamat Milad ke-25 DTI. Jayalah DTI, saatnya berkarya untuk negeri

 

*Penulis adalah Ketua Komite DTI Periode 2023-2026, Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Kota Banda Aceh, Fasilitator Program Dayah Ramah Anak Terintegrasi (Pro DAI) Unicef-YaHijau, Dosen FSH UIN Ar-Raniry, Mantan Aktivis`98, Fungsionaris KAHMI Aceh, Alumni Lemhannas Pemuda Angkatan I

Tidak ada komentar: