Oleh Bung Syarif*
Produk
hukum bikinan manusia tidak lengkap, karenanya perlu dipikirkan
langkah-langkah teknis dan taktis dalam melakukan penemuan hukum agar tidak
terjadi kekosongan hukum. Regeling
sebagai ikhtiar manusia dalam melahirkan produk hukum guna mengatur
sendi-sendi kehidupan manusia agar lebih tertib, teratur dan berkeadilan, diyakini
masih banyak kealpaan, untuk itu diperlukan penemuan hukum. Sumber utama penemuan hukum adalah peraturan
perundang-undangan, kemudian hukum kebiasaan, yurisprudensi, perjanjian
internasional dan doktrin.
Dalam
sumber hukum itu ada tingkatannya (hirarki), oleh karenanya jika terjadi
konflik dua sumber maka hukum yang tertinggi akan melumpuhkan hukum yang
terendah. Dalam praktek tidak jarang dijumpai ada peristiwa yang belum diatur
dalam hukum atau perundang-undangan, atau meskipun sudah diatur tetapi tidak
lengkap dan tidak jelas.
Dalam
literatur ditemukan batasan definisi tentang penemuan hukum diantaranya
pendapat para ahli sebagai berikut:
a. Paul Scholten,
penemuan hukum oleh hakim merupakan suatu yang lain dari pada hanya penerapan
peraturan-peraturan pada peristiwa, kadang-kadang dan bahkan sangat sering
terjadi bahwa peraturannya harus ditemukan, baik dengan jalan interpretasi
maupun dengan jalan analogi ataupun rechtssvervijning
(pengkonkretan hukum)
b.
John
Z Laudoe, mengemukakan bahwa penemuan hukum adalah penerapan
ketentuan pada fakta dan ketentuan tersebut kadang kala harus dibentuk karena
tidak selalu terdapat dalam undang-undang yang ada.
c.
N.E
Algra dan Van Duyvendik, penemuan hukum adalah mengkongkritkan
tindakan hukum dalam kontek ini hakim harus dapat memberikan penyelesaian
yuridis. Jadi penemuan hukum adalah tindakan hakim dalam menafsirkan hukum
sesuai metodologi ilmu hukum.
d.
Sudikno
Mertokusumo, penemuan hukum adalah proses pembentukan
hukum oleh hakim atau petugas hukum yang lain yang diberi tugas menerapkan
hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang kongkret.
e.
Muhammad
Busyro Muqoddas, penemuan hukum adalah kongkritiasai hukum
oleh hakim ada dua macam yaitu pertama penemuan hukum dalam arti penerapan
suatu peraturan pada suatu peristiwa kongkret atau peristiwa mana telah
tersedia peraturan secara jelas. Untuk peristiwa hukum yang telah jelas maka
hakim terbatas menerapkan aturan tersebut sesuai dengan fakta atau peristiwa
konkretnya. Kedua penemuan hukum dalam arti pembentukan hukum dimana untuk sauatu
peristiwa konkret tidak tersedia suatu peraturannya yang jelas/lengkap untuk
diterapkan, maka hakim harus menemukannya dengan metode tertentu. Dengan demikian penemuan hukum adalah proses
pembentukan hukum oleh subjek hukum (hakim) dalam upaya menerapkan peraturan
umum terhadap peristiwa berdasarkan kaedah-kaedah atau metode tertentu yang
dapat dibenarkan dalam ilmu hukum seperti interpretasi, penalaran (redenering),eksposisi (kontruksi hukum)
dan metode lain.
Beberapa
Istilah yang lazim ditemukan dalam penemuan hukum yaitu:
a. Rechtvorming (pembentukan hukum) yaitu
merumuskan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara umum bagi setiap
orang. Lazimnya dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Hakim juga dimungkinkan
sebagai pembentuk hukum (judge made law)
kalau putusannya menjadi yurisprudensi tetap (vaste jurisprudence) yang diikuti oleh para hakim dan merupakan
pedoman bagi kalangan hukum pada umumnya
b. Rechtstoepassing (penerapan hukum) yaitu
menerapkan peraturan hukum yang abstrak sifatnya pada peristiwa. Untuk itu
peristiwa konkret harus dijadikan peristiwa hukum terlebih dahulu agar
peraturan hukumnya dapat diterapkan.
c. Rechtshandhaving (pelaksanan hukum) dapat
berarti menjalankan hukum baik yang ada sengketa/pelanggaran maupun tanpa
sengketa
d. Rechtschepping (penciptaan hukum), berarti
bahwa hukum sama sekali tidak ada, kemudian diciptakan dari tidak ada menjadi
ada.
e. Rechtvinding
(penemuan
hukum atau law making) dalam arti bahwa bukan hukum tidak ada, tetapi hukumnya
sudah ada namun masih perlu digali dan ditemukan. Hukum tidak selalu berupa
kaidah (das sollen) baik tertulis
maupun tidak, tapi dapat juga berupa perilaku atau peristiwa (das sein)
Metode penemuan hukum
Adapun
metode penemuan hukum yang dikembangkan oleh Von Savigny abad ke19 yang dikenal
dengan ajaran penafsiran ada lima yaitu:
1. Interpretasi Gramatikal
adalah melakukan penafsiran berdasarkan gaya bahasa. Penafsiran ini sifatnya
sangat sederhana karna melihat pada istilah bahsa sehari-hari. Sebagai contoh
interpretasi gramatikal mengenai istilah “dipercayakan”
seperti yang tercantum dalam pasal 432 KUHP. ”Seorang pejabat suatu lembaga pengangkutan umum yang
dengan sengaja memberikan kepada orang lain pada yang berhak, surat tertutup,
kartu pos atau paket pada yang (dipercayakan) kepada lembaga lain atau kalau
sebuah paket “diserahkan” kepada dinas perkereta-apian (PJKA) sedangkan yang
berhubungan dengan dengan pengiriman tidak ada lain kecuali dinas itu, maka
diserahkan berarti dipercaya. Jadi dipercayakan ditafsirkan menurut bahasa
diserahkan.
2. Interpretasi sistematis atau logis adalah
menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan menghubungkannya dengan
peraturan hukum atau undang-undang yang lain. Contoh interpretasi sistematis
misalnya, kalau hendak mengetahui tentang sifat pengakuan anak yang dilahirkan
diluar perkawinan oleh orang tuanya tidak cukup hanya mencari ketentuan dalam
KUHPerd saja tetapi harus dihubungkan dengan pasal 278 KUHP yang berpunyi bahwa
“ barangsiapa mengaku seorang anak sebagai anaknya menurut KUHPerd, pada hal
diketahui bahwa bukan bapak dari anak tersebut diancam dengan.....”
3. Interpretasi Historis adalah
menafsirkan makna undang-undang menurut terjadinya dengan jalan meneliti
sejarah terjadinya.
4. Interpretasi Teleologis atau Sosiologis adalah
menafsirkan undang-undang berdasarkan tujuan pembentukanya. Disini hakim
mencari tujuan peraturan perundang-undangan.
5. Interpretasi Komperatif yaitu
penafsiran dengan memperbandingkan di berbagai negara dengan mencari titik temu
pada penyelesaian yang ditemukan dipelbagai negara.
Untuk
mempertajam kembali dapat dibaca buku Karya Prof. Dr Sudikno Mertokusumo, SH,
Penemuan Hukum Sebuah Pengantar dan Buku
Bambang Sutiyoso, SH, M,Hum, Metetode
Penemuan Hukum, upaya mewujudkan hukum yang pasti dan berkeadilan.
Jangan
lupa ya bro...ikuti terus ulasan-ulasan singkat seputar hukum dimasa pandemi
covid-19
#dirumahsaja
#tetapberkarya
*Penulis
adalah Dosen Legal Drafting Prodi Hukum Tata Negara (HTN) dan Prodi Hukum Pidana Islam (HPI) UIN Ar-Raniry, Direktur Aceh Research Institute (ARI), Penggiat Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar