NAMANYA Dr. Syaifullah Muhammad. Seorang doktor bidang
kimia di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, yang terkenal inovatif dan sangat
gigih berjuang untuk masyarakat. Beliau menceritakan:
Suatu pagi sekitar 10 hari lalu. Saya ke ARC, dan lihat
Hand Sanitizer (HS) yang ada di lemari produk, kosong. Saya tanya kemana, staf
ARC bilang ada yang borong beli semua. Ternyata terkait COVID-19, HS hilang di
pasaran. Beberapa yang masih tersisa, dijual dengan harga tinggi.
Saya bergerak cepat. ARC sudah buat penelitian terkait HS
sejak 2018. Dan mulai produksi HS dengan merk Cantila (Cairan Antikuman Nilam)
di 2019. Saya kontak tim yang buat
Cantila, ternyata mereka sedang sibuk penyelesaian skripsi. Kita kemudian
bentuk tim baru untuk membantu kelangkaan HS di pasaran. Kebutuhan sangat
tinggi, kemampuan beli masyarakat ada, tapi barangnya tidak tersedia.
Saya tunjuk Nadia, anak
muda lulusan Prince Shongkla University Thailand, bidang Farmasi dan
Kosmetika, untuk menjadi Team Leader Produksi HS dengan standar WHO. HS ini
berbasis etanol, griserin, peroksida, aquadest dan kami perkaya dengan minyak
Nilam fraksi ringan dan berat hasil Fraksinasi Vakum yang kaya akan komponen
anti kuman organik dan fiksatif alami.
Kita bergerak cepat mengumpulkan sumber bahan baku. Saat
itu bahan baku masih lengkap dan banyak. Masalahnya adalah, kami tidak punya
uang. Cari sana-sini. Akhirnya kami pinjam uang ke Koperasi Inovac, koperasi
ARC yg baru kita bentuk dan sudah ada jalinan kerja sama dengan Natgreen
Perancis. Kami dapat pinjaman, meski
tanpa bunga, tapi tentu saja harus dikembalikan dengan bagi hasil.
Saya lapor pimpinan Unsyiah, ARC akan produksi HS. Dan
langsung dipesan 100 botol dengan kemasan 0,5 Liter.
Produksi berjalan lancar, karena metodenya sangat
sederhana, siapapun bisa melakukannya hanya dengan pelatihan beberapa menit
saja. Sampel HS kami kirim ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Unsyiah. Sebagaimana kami duga, hasilnya sangat baik. HS ini mampu membunuh
kuman secara signifikan. HS ini kami beri nama U-Hansa (Unsyiah Hand
Sanitizer).
Hansa juga berarti Hana sa, yang artinya dalam bahasa
Aceh tidak sama atau beda. Beda karena dia menggunakan minyak Nilam terbaik di
dunia dari Aceh hasil distilasi vakum. Beda, karena produk ini diniatkan bukan
untuk komersial semata, tapi juga untuk membantu masyarakat yang dalam
kesulitan menghadapi COVID-19.
Saat penentuan harga, Nadia lapor saya, "Pak harga
dipasaran sangat sadis, tinggi sekali, kita jual harga normal atau harga
pasar". Saya bilang, "jual harga normal, karena kita hadir untuk
membantu". Baru sehari produksi, bahan baku etanol naik 300 persen.
Kemasan botol juga naik 300 persen. Mekanisme pasar memang demikian, banyak
permintaan, harga pun selangit. Di internal ARC kita putuskan, kita tetap pertahankan
harga di bawah harga pasar. Sebuah HS merk terkenal dijual dengan harga Rp 200
ribu per 500 ml. U-Hansa kita jual Rp 150 ribu. Kita hadir untuk meringankan.
Selain untuk Unsyiah, ternyata dosen, staf dan mahasiswa
yang ada di ARC juga sangat membutuhkan HS U-Hansa. Kami kemudian memesan juga
kemasan kecil, yang bisa digunakan untuk individu, mudah dimasukkan ke kantong
dan juga varian yang bisa digunakan untuk perabotan, meja, tempat tidur, pintu
dan lain-lain.
Kita buat pengumuman, Open Order U-Hansa lengkap dengan
spesifikasinya agar kita bisa data siapa yang membutuhkan, dan produknya bisa
kita siapkan. Kami sebar di group WA pengumuman Open Order ini. Dalam beberapa
jam yg order mencapai 500 botol. Malamnya menjadi 800 botol. Besoknya berbagai
kantor pemerintah, swasta, rumah sakit, kantor polisi, dari Banda Aceh dan luar
kota, sampai Medan telpon kami dan sebagian juga datang langsung ke ARC.
Kami kaget, sedikit gemetar, membatin, apa kami mampu
produksi skala besar. ARC belum punya alat produksi yang memadai. Yang kami
miliki hanya beberapa alat manual yang sederhana dan tekat membantu masyarakat
yang demikian besar. Tapi kita punya keyakinan. Niat baik akan menemukan
jalannya. Jangan sekali-kali putus asa dari tali pertolongan Allah. Yakin Usaha
Sampai.
Saya tanya Nadia, apa kita siap? Nadia bilang, "siap
pak, kita punya tim yang luar biasa".
Saya jumpai tim U-Hansa. Semuanya anak muda, baru tamat kuliah, matanya
jernih, tapi memancarkan bara semangat yang luar biasa. Ada Nadia, Nisa, Nanda,
Zaira, Khalid, Mulia, Friesca, Intan, Ikhsan dan ada beberapa lagi yang saya
tidak ingat namanya, karena di ARC banyak anak mahasiswa dan fresh gruduate
yang magang. Kita back up dengan peneliti senior ARC, beberapa profesor, doktor
dan master.
Kerja kita mulai. Pagi, siang sore malam. Secara kasat
mata, tidak mungkin rasanya tim ini mampu memproduksi ribuan botol pesanan U-Hansa dengan peralatan sederhana.
Menariknya, setiap kami tanya bagaimana keadaan mereka, semua tersenyum,
"Kami sehat, kami happy, kami berusaha keras untuk membantu".
Senin pagi, 16 Maret 2020. Sebanyak 100 botol pertama
U-Hansa kemasan 500 ml kami berikan untuk Unsyiah. Dalam waktu cepat produk
tersebut muncul di Medsos dan WA group. Hampir semua warga Unsyiah bangga
dengan produk buatan kita sendiri. Foto bertebaran ke mana-mana. Banyak dosen,
karyawan dan juga mahasiswa mengirim foto mereka dengan U-Hansa. Hal ini juga
menjalar juga ke masyarakat umum. Beberapa kawan dari Alumni Australia, pegawai
pemerintah, karyawan swasta memberi testimoninya di Medsos.
Sorenya saya dihubungi Humas Unsyiah dan beberapa
wartawan.
Selasa, 17 Maret, berita U-Hansa masuk kebanyak media
online. Saya hanya baca satu saja, karena ada narasi yang saya cari dan harus
dimuat. Kalimat yang saya cari itu adalah: "ARC Unsyiah berkeinginan untuk
memproduksi hand sanitizer lebih banyak dalam kemasan kecil dan bisa dibagikan
gratis kepada masyarakat, semoga kita bisa mendapatkan pendanaan untuk ini”.
Kalimat ini penting sekali, karena kita tau kalau ada unsur jual-beli ditengah
kondisi bencana, rawan untuk dimainkan sebagai komoditas utk kepentingan
tertentu.
Informasi semakin meluas, banyak kalangan menyampaikan
kebutuhannya terhadap U-Hansa. Beberapa menyampaikan permintaan yang sangat
urgen. Ada seseorang dari Sabang, memohon agar diizinkan beli U-Hansa hari itu
juga, karena katanya besok sudah tidak ada lagi kesempatan, kapal belum tentu
bisa berlayar.
Nadia telpon saya, "Bagaimana pak, ada yang urgent
sekali, tapi semua barang sudah pesanan orang. Apa yang harus kita
lakukan?". Saya kontak WR1, Prof. Marwan, minta izin apa bisa punya
Unsyiah yang 100 botol kita serahkan 50 dulu. 50 botol sisanya kita berikan
untuk yang sangat memerlukan. WR1 setuju. Dengan 50 botol ini kita bisa beri ke
beberapa tempat pelayanan umum, mesjid, rumah sakit dan lain-lain.
Besok paginya 18 Maret, sekitar pukul 09.30 WIB, Rektor
Unsyiah telpon dan WA saya. Menyampaikan concern agar Unsyiah bisa membantu
masyarakat yang sedang kesusahan. Saya diminta koordinasi dengan Ketua LPPM,
Prof. Taufik. Unsyiah memberikan dana Rp. 50 Juta untuk program pengabdian
memproduksi U-Hansa dan dibagikan gratis untuk masyarakat kecil kelompok
rentan.
Program ini segera kami tindak lanjuti. ARC bentuk tim
volunteer dosen dari beberapa Fakultas. Kita diskusikan dengan sangat cermat
program yang akan dijalankan. Semua setuju, 50 juta dijadikan seluruhnya produk
U-Hansa. Biaya operasional dosen, ditanggung masing-masing, atau dari sumber
pendanaan ARC yang lain.
Namun hambatan langsung datang. Nahan baku etanol hilang
dari peredaran. Kemasan botol pun tidak bisa lagi ditemukan. Nadia dan
kawan-kawan, bergerilya mencari etanol di Banda Aceh. Karena yang di Medan
sudah tidak ada lagi. Semua toko parfum di Banda Aceh datangi, untuk
mendapatkan etanol food grade, yang kita gunakan untuk U-Hansa. Menjelang larut
malam, Nadia telpon, bantuan Allah datang, kita mendapatkan etanol. Tapi harus
segera transaksi. Perlu uang segera.
Saya kontak bendahara. Akhirnya kami gunakan uang ARC
yang sebetulnya disimpan untuk kebutuhan lainnya. Saya transfer Rp. 20 juta utk
Nadia. Bahan baku tersedia, tapi masalah lain muncul. Botol tidak ada di pasar.
Hingga saat saya menuliskan ini, kami belum berhasil mendapatkan botol. Tapi
kita yakin, kebaikan akan menemukan jalannya. Allah SWT pasti akan membantu.
Kebutuhan hand sanitizer semakin meningkat. Tadi malam,
19 Maret 2020, Prof. Abu Bakar Karim
pesan 5000 botol untukk Gubernur, yang direncanakan akan dibagikan gratis.
Beberapa jam sebelumnya BRI melalui
pesan WA dari WR3 Unsyiah juga order dalam jumlah besar. Asisten 2, Pak T.
Dadek juga menelpon, membicarakan kemungkinan U-Hansa untuk BPBD Aceh yang akan
dibagikan gratis untuk masyarakat.
Ratusan orderan lainnya masuk melalui tim U-Hansa. Puluhan permintaan reseller dan distributor
untuk U-Hansa. Tapi semua kami tolak. Karena ini bukan perkara bisnis semata,
ini perkara kemanusiaan. Mungkin nanti ketika Musibah COVID-19 sudah berlalu,
disitu kita bicara bisnis. Tawaran liputan dari media massa dan telivisi pun
dengan berat hati kami tolak. Wawancara hanya melalui hp saja.
Ditengah kegalauan tim U-Hansa memenuhi permintaan
masyarakat, seorang teman WA saya. Memperlihatkan status Facebook (FB) yang
bernada mengolok-olok apa yang dilakukan ARC Unsyiah. Statusnya kira-kira
begini "Parte UI bagi gratis, Parte Unsyiah Open Order".
Langsung saja status ini mendapat komentar banyak orang.
ARC Unsyiah menjadi tertawaan di Medsos. Bully tidak dapat dihindari. Sebagian
dengan bahasa, yang jangankan kita ucapkan, membacanya saja, saya malu. Hampir
semua yang komentar sebetulnya tidak tau apa-apa tentang ARC. Yang tau juga
diam saja.
Saya terpaksa klarifikasi. Cukup keras saya bicara.
Sebagai Mantan Ketua HMI Cabang Banda Aceh yang mengikuti semua jenjang
training sampai LK 3, SC dan semua proses di HMI, bagi saya berdebat itu bukan
perkara. Itu sudah khatam kita lakukan.
Tapi tiba-tiba WR4, Dr. Hizir menelpon. Minta saya…
Tapi tiba-tiba WR4, Dr. Hizir menelpon. Minta saya jangan
ladeni debat di FB. Lanjutkan kerja. Ribuan masyarakat perlu bantuan kita. Saya
patuh. Tidak melayani debat itu lagi. Tapi beberapa kader HMI dan rekan dosen
terusik hatinya, tidak terima dan ikut prihatin serta memberi komentar di FB.
Status FB itu saya forward ke Group WA Pengurus ARC. Jangan tanya komentar
pengurus. Support luar biasa. Satu hal yg paling saya syukuri adalah ARC
memiliki tim yg selalu menyebarkan energi positif. Motto kita adalah: “Sukses
sendiri, biasa. Sukses Bersama, luar biasa”.
Ada komentar yang buat saya menitikkan air mata. Komentar
Dr. Indra. "Jangankan teupeh, meucureh pih hanjeut ketua lon". Meski
setengah bercanda, but, it touches my heart, indeed. Baiklah, mari kita bersabar
secara berjamaah.
Beberapa jam setelah itu, Kepala BI Aceh, Pak Arifin
menelpon. Diantara beberapa hal yang dibicarakan, ada satu hal yang sangat
membesarkan hati. Pak Arifin tanya tentang U-Hansa. "Bapak perlu apa untuk
produksi U-Hansa". Saya bilang, "Perlu tangki besar dengan motor
pengaduk agar tim tidak terlalu kelelahan dalam produksi". Pak Arifin
bilang, "Berikan spec alatnya besok".
Alhamdulillah. Saya infokan hal ini ke group ARC. Saya
tulis, "Baru beberapa jam kita bersabar, sekarang ARC ada kesempatan
mendapatkan alat produksi yang keren. Kalau dalam syair lagu, "Kamu adalah
bukti, dari baiknya Tuhan padaku..."
Kisah Inspiratif , 20 Maret 2020 diembed oleh Bung Syarif agar Dakwah Kemanusian Fakar Nilam Aceh dipahami warga Bansigoem Donya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar