Oleh:
Muhammad Syarif, SHI,M.H*
Menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma
hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-undangan.
Sedangkan, mengenai penggunaan
istilah “keputusan” dan “peraturan”, menurut buku “Perihal Undang-Undang”
karangan Jimly Asshiddiqie,
negara sebagai organisasi kekuasaan umum dapat membuat tiga macam keputusan
yang mengikat secara hukum bagi subjek-subjek hukum yang terkait dengan
keputusan-keputusan itu: Yaitu keputusan-keputusan yang bersifat umum dan
abstrak (general and abstract) biasanya bersifat mengatur (regeling),
sedangkan yang bersifat individual dan konkret dapat merupakan keputusan yang
bersifat atau berisi penetapan administratif (beschikking) ataupun
keputusan yang berupa ‘vonnis’ hakim yang lazimnya disebut dengan
istilah putusan.
Oleh karena itu menurut Jimly (hal.
10), ada tiga bentuk kegiatan pengambilan keputusan yang dapat dibedakan dengan
penggunaan istilah “peraturan”, “keputusan/ketetapan” dan “tetapan”, menurut
Jimly istilah-istilah tersebut sebaiknya hanya digunakan untuk:
·
Istilah “peraturan” digunakan untuk menyebut hasil
kegiatan pengaturan yang menghasilkan peraturan (regels).
·
Istilah “keputusan” atau “ketetapan” digunakan untuk
menyebut hasil kegiatan penetapan atau pengambilan keputusan administratif (beschikkings).
·
Istilah “tetapan” digunakan untuk menyebut penghakiman
atau pengadilan yang menghasilkan putusan (vonnis).
Namun, sebagaimana dijelaskan
Prof.Jimly Asshiddiqie memang penggunaan istilah-istilah tersebut dalam praktik
tidak terjadi suatu keseragaman, misalnya dalam menyebut “tetapan” menggunakan
istilah “keputusan hakim”.
Dari penjelasan Jimly di atas
tersebut maka dapat kita simpulkan pengertian istilah “keputusan” dapat
diartikan secara luas dan sempit. Dalam pengertian istilah “keputusan” yang
luas, di dalamnya terkandung juga pengertian “peraturan/regels”,
“keputusan/beschikkings” dan “tetapan/vonnis”. Sedangkan, dalam
istilah “keputusan” dalam arti yang sempit, berarti adalah suatu hasil kegiatan
penetapan atau pengambilan keputusan administratif (beschikkings).
Mengenai perbedaan antara keputusan
(beschikking) dengan peraturan (regeling) disebutkan dalam buku Hukum Acara
Pengujian Undang-undang karangan Jimly Asshiddiqie, keputusan (beschikking) selalu bersifat
individual dan kongkrit (individual and concrete), sedangkan peraturan (regeling)
selalu bersifat umum dan abstrak (general and abstract). Yang dimaksud
bersifat general and abstract, yaitu keberlakuannya ditujukan kepada
siapa saja yang dikenai perumusan kaedah umum.
Selain itu, menurut Maria Farida Indrati S dalam buku “Ilmu
Perundang-Undangan (Jenis, Fungsi, Materi, Muatan)”, suatu
keputusan (beschikkiking) bersifat sekali-selesai (enmahlig),
sedangkan peraturan (regeling) selalu berlaku terus-menerus (dauerhaftig).
Lebih jauh, Jimly menyatakan bahwa produk keputusan digugat melalui peradilan
tata usaha negara, sedangkan produk peraturan diuji (Judicial review)
langsung ke Mahkamah agung atau kalau untuk undang-undang diuji ke Mahkamah
Konstitusi.
Pandemi covid-19 membuat negara melakukan berbagai jurus, Lahirnya Perpu
No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan/Atau Dalam
Rangka Menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan /atau
Stablilitas Sistem Keuangan. Terayar lahirnya Beschikking ala Bulldozer covid-19, yaitu Keputusan Bersama Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 119/2813/SJ Nomor 177/KMK.07/2020 Tentang
Percepatan Penyelesaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2020 Dalam
Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (covid-19), Serta Pengamanan daya
Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional.
Beschikking dua menteri
ini, saya sebutkan “beschikking bulldozer”
karena muatan materinya merontokkan
struktur pengelolaan anggaran Tahun 2020 di Propinsi, Kabupaten/Kota. Struktur
Anggaran Kab/Kota yang telah disahkan sesuai mekanisme regeling dirontokkan atawa
disesuaikan kembali guna menyikapi pandemi covid-19.
Beschikking ini memberikan amar
kepada Kepala Daerah se-Nusantara, guna melakukan rasionalisasi belanja
sekurang-kurangnya 50% diantaranya; biaya perjalanan dinas daerah dan luar
daerah, barang habis pakai untuk keperluan kantor, cetak dan pengadaan, pakaian
dinas dan atribut serta pakaian khusus dan hari-hari tertentu, pemeliharaan,
perawatan kendaraan bermotor, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana
mobilitas, sewa alat berat, jasa kantor dan sewa antara lain untuk langganan
daya listrik, air, telekomunikasi, media cetak dan peralatan, jasa konsultansi,
tenaga ahli/instruktur/narasumber, jasa konsultasi, uang yang diserahkan kepada
pihak ketiga, makanan dan minuman, serta paket rapat di kantor dan diluar
kantor, sosialisasi, workshop, focus group discussion, pengadaan
kendaraan dinas/operasional, pengadaan mesin da alat berat, pengadaan tanah,
renovasi gedung/ruangan, mobiler, perlengkapan kantor.
Rasionalisasi anggaran daerah
difokuskan pada tigal hal yaitu pencegahan dan penanganan covid-19 antara lain Pertama;
Pengadaan alat pelindung diri (APD) tenaga medis, sarana dan peralatan layanan
kepada masyarakat dan penanganan pasien covid-19, Kedua; penyediaan jaringan
pengamanan sosial antara lain pemberian bantuan sosial kepada masyarakat
miskin/kurang mampu yang mengalami penurunan daya beli akibat pandemi covid-19,
Ketiga: Penanganan dampak ekonomi terutama menjaga agar dunia usaha daerah
terjaga/tetap hidup melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah serta
koperasi dalam rangka memulihkan dan menstimulasikan kegiatan perekonomian di
daerah.
Beschikking ini
memberikan ultimatum kepada Kepala Daerah, guna mengindahkannya paling lama dua
minggu setelah ditetapkannya Keputusan bersama ini. Ini bermakna tanggal 23
April 2020, wajib menyampaikan laporan hasil penyesuaian APBD kepada Menteri
Keuangan c.q Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Menteri Dalam Negeri
c.q Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah.
Dalam hal Kepala Daerah belum
menyampaikan laporan hasil penyesuaian APBD maka Menteri Keuangan setelah
mendapat pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri menunda penyaluran DAU dan atau
DBH. Ini artinya kepala Daerah melalui Dinas Teknis perlu menyikapi secara
cepat dan lugas beschikking ini, jika tidak siap-siap transper pusat kedaerah
terhenti.
*Penulis
adalah Dosen Legal Drafting Prodi
Hukum Tata Negara UIN Ar-Raniry
Tidak ada komentar:
Posting Komentar