Oleh
: Muhammad Syarif, SHI.M.H*
Salah
satu anti tesis terhadap lahirnya Bank Syari`ah adalah, keberadaan perbankan
konvensional yang menerapkan praktek riba (bunga bank). Bahkan adanya adagiun
dalam dunia perbankan konvensional, mustahil sistem perbankan bisa berkembang
tanpa menganut sistem bunga. Disamping itu pula sistem akad atau perjanjian
pada Bank Konvensional mengacu pada sistem hukum perdata.
Lantas
apakah sistem perbankan syariah, telah mampu keluar dari sistem perbankan
konvensional? Benarkan setiap akad pada perbankan syari`ah telah sesuai
landasan Al-Qur`an dan Hadits? Apakah produk Bank Syari`ah sesuai dengan Fatwa
Dewan Syariah Nasional sudah sesuai dengan qaedah Fikih?
Beberapa
pertanyaan dasar ini menjadi penting untuk dijawab secara jujur dan terang
benderang, sehinnga nasabah bank syari`ah menjadi lega baik secara keilmuan maupun
secara prakter operasional perbankan. Harus diakui secara jujur sesungguhnya
produk perbankan syari`ah tidak murni menerapakan Takrif Fiqih dalam penarapannya.
Bahkan beberapa fakta ada kencedrungan asimilatif makna fiqih, menyesuaikan
dengan selera perbankan dan mengaburkan makna sesungguhnya.
Tulisan
ini, mencoba menggupas Produk al-musyarakah yang saat ini menjadi
salah satu produk andalan perbankan Syari`ah di Indonesia. Secara prinsip umum al-musyarakah
(bagi hasil) dalam perbankan Syari`ah dapat dilakukan dalam empat akad utama,
yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara`ah dan al-musaqah.
Sungguhpun
demikian prinsip yang paling banyak digunakan dalam dunia perbankan syari`ah
adalah al-musyarakah dan al-mudharabah. Sedangkan al-muzara`ah dan al-musaqah dipergunakan khusus untuk pembiayaan pertanian oleh
beberapa perbankan Syari`ah.
Al-musyarakah adalah
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai kesepakatan. Landasan Syar`inya antara lain;
Pertama:
Al-Qur`an (Surah An-Nisaa`: 12) yang Artinya: “”...maka mereka bersepakat pada
sepertiga...”
Kedua:
Al-Qur`an (Surah Shaad:24) yang artinya:” Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang
yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.”
Ketiga:
Al-Hadits (HR Abu Daud dalam Kitab al-Buyu dan Hakim) yang artinya: Dari Abu
Hurairah, Rasulullah saw bersabda, “ sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
berfirman, Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya
tidak mengkhianati. Hadits qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada
hambanya yang melakukan perkonsian selama saling menjungjung tinggi amanat
kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan (wanprestasi).
Keempat:
Ijmak. Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-mughni
telah berkata, kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi
musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa
elemen darinya.
Kedua
ayat yang penulis sebutkan diatas menjadi grounorm
teory penerapan al-musyarakah.
Hanya saja dalam Surah an-Nisaa`;12, al-musyarakah
terjadi secara otomatis (jabr) karena
waris sedangkan dalah surah Shaad: 24 terjadi atas dasar aqad (ikhtiyari). Al-musyarakah dibagi menjadi dua jenis yaitu musyarakah pemilikan
dan musyarakah akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan,
wasiat atau kondisi lain yang mengakibatkan pemilikan aset oleh dua orang atau
lebih. Sementara musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua
orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka bersepakat berbagi
keuntungan dan kerugian. Lebih lanjut musyarakah akad terbagi 5 (lima) yaitu: Syirkah al-`Inan, Syirkah Mufawadhah,
Syirkah A`maal, Syirkah Wujuh dan Syirkah
al-Mudharabah.
Syirkah al-`inan
adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi
dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi
keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati bersama. Akan tetapi porsi
masing-masing pihak baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus
sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan
jenis al-musyarakah ini.
Syirkah Mufawadah adalah
kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu
porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak
membagi keuntungan dan kerugian secara bersama.Dengan demikian syarat utama
dari akad ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggungjawab dan
beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
Syirkah A`maal
adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara
bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan. Misalnya kerjasama dua orang
arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerjasama dua orang penjahit untuk
menerima orderan pembuatan baju seragam.
Syirkah Wujuh
adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise
baik secara ahli dalam bisnis. Mereke membeli barang secara kredit dari suatu
perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam
keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada punyuplai yang disepakati
oleh tiap mitra. Jenis al-musyarakah ini tidak memerlukan modal karena
pembelian secara kredit berdasarkan jaminan tersebut. Kontrak ini sering
disebut juga musyarakah piutang.
Syirkah Mudharabah
adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shabibul maal) menyediakan seluruhnya
modal, sedangkan pihak lain sebagai pengelola. Keuntungan secara akad ini
dituangkan dalam kontrak bisnis sesuai kesepakatan bersma nisbah bagi hasilnya.
Kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan kelalain
pengelola atau kecurangan pengelola. Jika kerugian itu akibat kecurangan atau
kelalaian pengelola maka kerugian itu mutlak ditanggung pengelola. Dalam
terminologi Fiqih, Mudharabah dibagi
menjadi dua yaitu Mudharabah Muthlaqah
dan Mudharabah Muqayyadah.
Mudharabah Muthlaqah
adalah bentuk kerjasama antara shabibul maal dan muhdarib yang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu
dan daerah bisnis. Dalam pembahasan Fiqih, ulama salafus saleh seringkali
dicontohkan dengan ungkapan if`al masyi`ta (lakukan sesukamu)
dari shahibul maal kemudharib yang
memberi kekuasaan sangat besar. Sementara
Muhdarabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/Spesifiec mudharabah adalah kebalikan dari
ta`rif mudharabah muthlaqah. Si Mudharib dibatasi dengan jenis usaha,
waktu atau tempat usaha.
Dari
berbagai takrif diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akad al-musyarakah sesungguhnya ada dua varibel yaitu berbagi untung dan
berbagi kerugian. Akan tetapi faktanya perbankan belum rela menerapkan praktek
berbagi kerugian (Profit and Loss Sharing).
Bahkan dalam Buku yang ditulis oleh DR. Ridwan Nurdin, MCL yang berjudul
Akad-Akad Fiqh pada Perbankan Syari`ah di Indonesia (sejarah, konsep dan
perkembangan), Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry ini meberikan
konklusi dibukunya, Bank Syar`ah belum berani melakukan konsep bagi hasil dan
bagi rugi dalam penerapan skim
al-musyarakah. Lebih lanjut Ridwan Nurdin mengatakan Perbankan Syariah di
Indonesia cenderung memilih konsep Profit
Sharing atau Revenue Sharing.
Karena Bank Syari`ah lebih menjamin keuntungan/return kepada nasabah.
Menurut Hemat penulis, ada
beberapa alasan logis perbankan Syari`ah kenapa
belum menerapkan profit and loss sharing antaralain;
para nasabah belum jujur, keahlian, kerajinan dan tanggungjawab dari nasabah
belum memenuhi standar dalam konsep perbankan. Bahkan terkadang seringkali pinjaman yang
diambil pada perbankan, jenis usahanya tidak berkembang dan cendrung merugi
atawa bangkrut. Kalau praktek berbagai kerugian diterapkan kemungkinan besar
Bank Syari`ah akan gulung tikar. Disamping itu pulan regulatory sistem perbankan Syari`ah di Indonesia, belum mengatur
secara detail dan terang benderang konsep berbagai kerugian, termasuk
batas-batas kewajaran yang dapat diakomudir oleh sitem perbankan Syar`ah, hal ini juga terjadi karena Induk semang sistem perbankan
Nasional adalah Bank Indonesia yang berfungsi sebagai regulatori dan kebijakan
moneter perbankan. Lalu, apakah dimungkinkan Bank Indonesia di Syari`ahkan
dulu, seperti layaknya Negara yang harus jelas mazhabnya? Kajian ini menjadi
menarik dikaji dari berbagai segi. Wallahu `alam binshawab
*Penulis adalah Sekum Komunitas Pengusaha
Muslim Indonesia (KPMI) Kowil Aceh dan Alumni Hukum Ekonomi Syari`ah (HES) UIN
Ar-Raniry.
Dear brides and grooms to be
BalasHapusSalam hangat dari HIS Seskoad Grand Ballroom Bandung.
Kami dengan bangga mempersembahkan venue terbaru kami yaitu “HIS Seskoad Grand Ballroom”, Gedung seskoad yang berletak strategis nan mewah yang menjadi favorit para calon pengantin ini kini berada di naungan HIS, untuk itu fasilitas yang terdapat di gedung seskoad grand ballroom kini berstandard seperti gedung HIS lainnya, “Ballroom full karpet eksklusif, AC, Lampu Kristal, dan design ruangan yang elegan&mewah”. Selain gedung, kami juga bekerjasama dengan banyak pilihan vendor ternama di Bandung, mulai dari catering, busana&MUA, dekorasi, music & entertainment, fotografi&videografi, MC, wedding car, hingga pelayanan yang kami miliki untuk membantu calon pengantin dari awal sampai akhir yaitu, Wedding Public Relations, Wedding Planner, dan Wedding Executor. Dengan sistem “One Stop Wedding Service”, Kami pastikan akan memberikan pelayanan terbaik dalam membantu dari awal hingga di hari Bahagia akang teteh
Untuk itu kami mengundang akang teteh calon pengantin, untuk datang ke pre-launching HIS Seskoad Ballroom kami, dan segera dapatkan HARGA PRE-LAUNCHING yang pasti akan sangat worth it dengan fasilitas dan pelayanan yang kami berikan serta BONUS FANTASTIS! untuk akang teteh calon pengantin Cuma di HIS SESKOAD GRAND BALLROOM.
For more info and detail call :
Wedding Public Relations HIS Seskoad Grand Ballroom
Jl. Gatot Subroto No. 96 Bandung.
Giyan : 082261170022 (WA)
INSTAGRAM : @his_seskoad @giyanti.hisseskoad
See u brides and grooms to be!
-HIS Wedding Venue Organizer-