Laman

6 Feb 2014

Kuah Pliek-u, Gulai Para Raja Aceh


Makanan Para Raja Aceh
Masakan atau kuliner khas yang digemari mayoritas masyarakat di Aceh masih jarang dikenal orang. Barangkali kuliner ini belum banyak yang pernah mencicipinya sehingga kurang populer. Masakan atau gulai khas Aceh ini adalah gulai para raja yang dikenal dengan nama “kuah pliek-u.” Gulai ini dibuat dari campuran berbagai jenis sayuran ditambah “pliek-u” dan kepala ikan asin sebagai penyedapnya.


Pliek-u” atau patarana adalah sisa atau ampas kopra (kelapa) yang minyaknya sudah diperas dengan alat tradisional yaitu dua bilah papan yang dipress dengan baut besar. Masyarakat di pedesaan Aceh, sejak masa jayanya Kerajaan Aceh sampai kini masih terus mengolah kelapa secara tradisional. Olahan kelapa ini menghasilkan minyak goreng yang disebut dengan “minyeuk reutik.” Ampasnya tidak dibuang, tetapi dijemur kembali sehingga menjadi “pliek-u” yang berwarna hitam. Pliek-u memancarkan aroma minyak kelapa yang khas.

Dalam tradisi masyarakat Aceh, “pliek-u” menjadi salah satu bumbu penyedap untuk mengolah sayuran menjadi gulai (kuah) pliek-u. Gulai ini sangat digemari oleh warga Aceh, baik yang masih tinggal di Aceh apalagi yang sudah lama di perantauan. Kuah pliek-u bagaikan sebuah wadah perekat warga Aceh yang tinggal di perantauan. Bila ada acara kangen-kangenan warga Aceh di rantau, dapat dipastikan bahwa hidangan utamanya adalah kuah pliek-u.

Pliek-u juga sering digunakan sebagai bumbu rujak colek untuk pisang muda atau buah rumbia (buah pohon sagu). Kalau lagi tidak ada cemilan, maka alternatifnya adalah mencari pisang muda sambil membawa pliek-u dalam kantong plastik kresek. Sambil duduk dibawah batang pisang, tanpa terasa kita bisa menghabiskan satu sisir pisang muda. Pasangan pliek-u memang buah yang rasanya sepat (kelat) seperti pisang muda dan buah rumbia. Dengan campuran pliek-u rasa sepat buah tersebut akan ternetralisir.

Bagaimana cara membuat kuah pliek-u? Sangat mudah, rajang sayuran mulai dari nangka muda, daun melinjo ditambah buah melinjo muda, kacang panjang, kacang buncis, terong hijau, daun kangkung, daun singkong, dan buah labu siam. Bumbu pelengkapnya terdiri dari pliek-u sebanyak setengah gelas kecil, udang ebi, kepala ikan asin, ketumbar, cabe merah, cabe rawit, bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, kelapa sangrai (gongseng), merica dan asam sunti (belimbing bulat).

Setelah dirajang, sayuran itu direbus sampai matang sekitar 30 menit. Kemudian masukkan bumbu yang sudah digiling/diblender (kecuali udang ebi atau kepala ikan asin) tadi dalam sayuran tersebut. Biarkan bumbu-bumbu itu terserap oleh sayuran yang sedang mendidih tersebut. Gulai (kuah) pliek-u sudah siap untuk disantap apabila sudah mengeluarkan aroma khas, harum dan merangsang selera makan.
Biasanya, setelah aroma gulai (kuah) pliek-u menguap dari dandang, saya tidak pernah jauh dari dapur. Mondar-mandir, lirik sana, lirik sini, sampai akhirnya dibubuhkan satu piring kecil. Habis satu piring, ingin terus menambah untuk piring berikutnya, sering sampai lupa makan nasi. Tidak jarang, makan malampun hanya cukup dengan gulai para raja itu. Pernah, menu sarapan pagi cukup dengan gulai (kuah) pliek-u ditambah nasi putih.
Bagi kompasianer yang ingin menikmati sensasi gulai para raja Aceh tempo doeloe, silakan mencoba kuah pliek-u. Bayangkan, saat menyantap gulai ini, anda benar-benar seperti seorang raja yang sedang duduk di singgasana. Bila kebetulan anda sedang menikmati kuah pliek-u, tiba-tiba mertua lewat didepan anda, 100% dijamin anda lupa karena keasyikan merasakan sensasi gulai para raja.

sumber : catatan Ustad Syukri Muhammad dari www.kompasiana.com
Seorang pengunjung melompat ke kolam air tejun di Desa Suhom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar