Laman

17 Apr 2011

Refleksi 806 Tahun Kota Banda Aceh


Oleh : Muhammad Syarif


Banda Aceh dengan statusnya sebagai sebuah Wilayah Administrasi Kota dipimpin oleh seorang Walikota. Kota Banda Aceh memiliki 9 Kecamatan, 70 desa . Dengan demikian terdapat 9 orang camat, 70 orang kepala desa (geuchik) .

Dalam perkembangannya yang dinamis, Kota Banda Aceh telah mengalami pemekaran Wilayah Administrasi. Pada tahun 2000 kecamatan Meuraxa mekar dengan dua tambahan kecamatan baru, yaitu Kecamatan Banda Raya dan Kecamatan Jaya Baru. Selain itu Kecamatan Baiturrahman mekar dengan satu Kecamatan tambahan yaitu Kecamatan Lueng Bata.


Berdasarkan hasil proyeksi penduduk yang dilakukan oleh BPS Pusat, penduduk Kota Banda Aceh sebesar 178.380 jiwa, terdiri dari 94.334 orang laki-laki dan 84.046 orang perempuan. Kecamatan Kuta Alam adalah Kecamatan dengan jumlah terpadat dan Kecamatan Meuraxa merupakan jumlah penduduk tersedikit.

Kita semua memahami, Kota Banda Aceh adalah Kota Tua yang bersejarah, Kota Tamaddun dan Kota Islami. Dari masa kemasa tantangan yang dihadapi Kota Banda Aceh semakin komplek. Di samping keharusan kita untuk menjaga Kota Budaya ini agar tidak tercabut dari akar sejarahnya, kita juga berkewajiban mengawal perkembangan dan pertumbuhan Kota Banda Aceh agar menjadi Kota ideal sebagai Ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kota Banda Aceh perlu ditata dengan penuh
keadaban sehingga benar-benar menjadi Kota Bandar Wisata Islami.
Pasca Gempa dan gelombang Tsunami seluruh sendi luluh lantak, ratusan ribu nyawa manusia melayang, gedung dan bangunan rata dengan tanah di sapu oleh gelombang Tsunami. Tentu memori ini tidak akan lekang dalam ingatan kita. Bencana Tsunami bagi masyarakat Aceh pada Tgl 24 Desember 2004 menyisakan duka yang dalam dan sulit kita lupakan. Akan tetapi di balik prahara itu, ternyata ada hikmah. Mata hati kita terbuka, untuk merajut kembali perdamaian di Bumi Serambi Mekah. Melalui    M o U Helsinky kita dapat menghirup suasana kedamaian. Suasana keceriaan terpancar pada masyarakat Aceh. Bukan hanya itu Pemerintah Pusat bersama DPR RI telah mengesahkan UUPA No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dimana Undang-Undang tersebut diharapkan menjadi pedoman Pemerintah Aceh dalam mengelola Tata Pemerintahan menuju good government.
Dalam Kontek inilah, Walikota Banda Aceh dituntut untuk responsive terhadap perkembangan zaman. Masyarakat Kota Banda Aceh menaruh harapan besar kepada Mawardi-Illiza, sang lokomotif katalisator untuk menggerakkan perekonomian masyarakat Kota Banda Aceh agar lebih baik. Tentunya harapan itu bukan hanya isapan jempol belaka.
Sentuhan tangan sang Arsitek jebolan University of Malaysia terus dinantikan oleh masyarakat Kota Banda Aceh. Perbaikan sarana-prasarana terus dilakukan demi menata Kota Banda Aceh menjadi Bandar Wisata Islami. Kekompakan irama gendang sang tehnokrat dan politikus dari Partai Persatuan Pembangunan bagaikan dua sisi mata uang. Dengan penuh semangat, optimisme dan panggilan nurani yang dalam mawardi-Illiza terus menata Kota Banda Aceh.

Berangkat dari kondisi, potensi dan konfigurasi Kota Banda Aceh maka pembangunan kota selayaknya menjadi kosentrasi kepemimpinan Mawardi-Illiza. Pemberdayaan Ekonomi kerakyatan, serta peningkatan kwalitas Sumber Daya Manusia mesti perlu ditingkatkan, serta peningkatan kesejahteraan aparatur pemerintahan.

Ada 5 Issu Strategis atau masalah Kota Banda Aceh
1. Masalah Sumber Daya Manusia;
Peningktan kwalitas Sumber Daya Manusia mestinya menjadi prioritas sistem pemerintahan Mawardi-Illiza. Penempatan posisi pejabat harus benar-benar sesuai dengan kemampuan bukan karena kedekatan emosional. Ini menjadi penting, agar roda pemerintahan berjalan dengan lancar. Kita tidak kepingin lagi model lama di anut oleh kepemimpinan Mawardi-Illiza, Like or dislike dalam penempatan pejabat publik. Ini butuh ke beranian sang pemimpin. Pemko juga harus berani menyekolahkan Aparatur Pemerintah untuk menimba ilmu baik dalam Negeri maupin Luar Negeri dengan memberikan Program beasiswa, tentu dengan melihat kompetensi keilmuan yang paling dibutuhkan di lingkungan Pemko Banda Aceh saat ini.

2. Masalah Ekonomi;
Pasca Gempa dan Gelombang Tsunami, kondisi ekonomi masyarakat Kota Banda Aceh terus mengalami keterpurukan. Mekanisme pasar cendrung tidak terkontrol. Angka inflasi terus meningkat. Biaya Barang naik cukup tinggi, sewa rumah mengalami kenaikan yang cukup siknifikan. Oleh karena itu sudah sepantasnya Pemerintah Kota Banda Aceh melakukan controling terhadap mekanisme harga sehingga tidak membuat masyarakat tidak nyaman dengan kondisi ekonomi yang terus mengalami inflasi.

3. Masalah Infrastruktur;
Pemerintah dituntut harus tegas dan selektif terhadap pemberian izin mendirikan bangunan. Bukan hanya asal memberikan izin bangunan/ usaha. Kita Patut memberikan apresiasi atas sikap tegas Tim Penertiban IMB dalam melakukan pembokaran terhadap bangunan-bangunan yang menyalahi RTRW sebagai mana di atur dalam Qanun No. 4 Tahun 2009. Langkah tegas ini perlu konsistensi, sehingga tidak berkesan hangat-hangat taik ayam.  Disamping itu Pemerintah Kota Banda Aceh perlu menata kembali sarana perparkiran ditempat-tempat pelayanan Publik seperti Perbankan, Rumah Sakit Swasta, Toko-toko swalayan sehingga masyarakat merasanyaman dalam menarok kendaraannya.  Kita tidak ingin lagi badan jalan di jadikan tempat perparkiran.

4. Masalah Kepemerintahan:
Pemerintah Pusat menobatkan Pemko Banda Aceh sebagai salah satu Kota di Indonesia yang berhasil dalam mewujudkan sistem pemerintah yang cepat, terbuka dan transparan. Hal ini di buktikan dengan beberapa Penghargaan di Peroleh di penghujung Pemerintahan Marwady-Illidza. Prestasi ini patut di pertahankan, justru itu kedepan pembinaan karier PNS harus menjadi Isu sentral. Disinilah harus ada kebijakan yang humanis dalam rangka menata karir PNS. Menjadi penting dokumen Analisis Jabatan (ANJAB) sebagai salah satu instrument dalam meniti karir aparatur dilingkungan Pemerintah Kota Banda Aceh
Dalam kotek ini kami menawarkan agar Pemko Banda Aceh harus secepatnya menuntaskan Dokumen Anjab sehingga menjadi pijakan Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan ( BKPP) Kota Banda Aceh bersama Baperjakat dalam menempatkan PNS sesuai dengan Kompetensinya.

5. Masalah Syariat Islam & Kepariwisataan
Sembilan Tahun deklarasi Syariat Islam di Provinsi Aceh yang dulu di kenal Nanggroe Aceh Darussalam, belum mewarnai kehidupan Islami masyarakatnya. Mestinya pemerintah harus serius terhadap penerapan syariat Islam. Ini mesti diawali dengan penataan Akhlak Aparatur Pemerintah. Terutama rekrutem Tenaga Wilayatul Hisbah harus betul-betul selektif. Sehingga keberadaan WH menjadi Tauladan Masyarakat Kota Banda Aceh.
Disinilah butuh keseriusan Pemerintah. Syariat Islam buka hanya sebatas ceremony akan tetapi miskin substansi. Sikap mendua pemerintah terhadap penerapan syariat Islam semakin jelas. Lihat saja masyarakat di tuntut untuk memakai pakaian muslim/muslimah tapi karyawan pemko saja setiap hari jumat sering kita lihat memakai pakaian ketat pada saat senam Jantung.
Akhir-akhir ini Kota Banda Aceh di hebohkan dengan gerakan Aliran sesat, ini patut disayangkan. Pekerjaan besar harus diatasi dengan cermat. Usaha itu memang telah dilakukan dan ini terbukti dengan begitu komitmen pimpinan dalam hal ini Pak Sekda yang sangat getol bersuara lantang tentang berantas Aliran sesat sampai keakar-akarnya. Sehingga kerisauan beliau menggelitik hati saya selaku Kader ISKADA  untuk menyusun regulasi tentang pengawasan masyarakat terhadap aliran sesat sekaligus membentuk Komite Penguatan Aqidah dan peningkatan Amalan Islam dalam sebuah Keputusan Walikota Banda Aceh.

Dalam hal kepariwisataan kami melihat banyak situs-situs sejarah dan budaya kurang mendapat perhatian yang siknifikan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh. Mudah-mudahan kedepan Pemko Banda Aceh terus mengevaluasi hal ini. Sehingga masyarakat bisa menikmati Budaya Wisata Islami di Kota Banda Aceh. Sebagai mana Visi-misi Kota Banda Aceh ; “Bandar Wisata Islami Indonesia”. Kita tidak inginkan suatu saat nanti Kota Banda Aceh menjadi ajang maksiat, hal ini tidak tertutup kemungkinan jika energi kita terutama pimpinan daerah kurang cermat terhadap kondisi faktual akhir-akhir ini, dimana tempat-tempat wisata sudah dijadikan ajang khalwat dan ajang bercumbu rayu sang anak insan yang masih ABG.  Dibulan April (tepatnya 22 April 2011) ini Pemko Banda Aceh genap berumur 806 Tahun semoga wajah Kota Semakin Islami, Indah bersih dan Nyaman.

Penulis adalah Sekjen DPP ISKADA Aceh, Alumni Lemhannas/Tannasda 2007, Wakil Ketua DPD BKPRMI Banda Aceh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar