Laman

31 Mar 2011

Mewujudkan Aparatur Yang Profesional

Oleh Muhammad Syarif

Suasana Bimtek Analisis Jabatan di lingkup Pemko BNA
Reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari paradigma sentralistis kearah desentralisasi riel yang ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata pada Daerah. Pemberian otonomi ini dimaksudkan khususnya untuk lebih memandirikan Daerah serta pemberdayaan masyarakat (empowering).

Perubahan kebijakan Pemerintah diberbagai bidang termasuk yang mengatur masalah-masalah desentralisasi dan otonomi Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian dan beberapa peraturan pelaksanaannya, akan membawa implikasi terhadap perubahan-perubahan struktur Organisasi Perangkat Pemerintah Propinsi, Kabupaten, dan Kota.
Seiring dengan diberlakukannya dan dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, jika dilakukan pengkajian mendalam atas perlunya perubahan mendasar sistem Pemerintahan Daerah itu, maka pilihan terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah yang seluas-luasnya sudah barang tentu diperkirakan dapat menjawab semangat reformasi yang sekarang memang sedang bergulir.

Oleh karena itu organisasi pemerintah yang ada saat ini harus menata ulang dirinya untuk menciptakan organisasi pemerintah masa depan. Organisasi pemerintah harus mengantisipasi dan mempunyai komitmen untuk menghadapi perubahan yang cepat didalam pasar dan kebutuhan masyarakat.
Dalam rangka menghadapi tuntutan perkembangan global tersebut dibutuhkan organisasi yang semakin mampu, fleksibel, cepat dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Prakondisi yang kondusif yang memungkinkan perubahan organisasi perlu diciptakan. Untuk itu pemerintah telah menetapkan suatu kebijaksanaan perampingan organisasi sebagai salah satu program prioritas pendayagunaan aparatur negara, sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 tentang susunan organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah yang memiliki spirit miskin struktur kaya fungsi.
Penataan organisasi dapat diartikan sebagai upaya untuk menciptakan postur organisasi agar menjadi lebih proporsional sesuai dengan visi dan misi yang diembannya, sehingga dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktifitas aparatur.
Dengan dilakukannya penataan organisasi, maka kelembagaan yang benar-benar diperlukan yang dapat dibentuk. Dengan demikian pembekakan kelembagaan akan dapat dihindari dan pengeluaran keuangan negara dapat lebih ditetak, karena setiap pembengkakan struktur organisasi dapat meningkatkan pembiayaan yang tidak sedikit dalam bidang personil, keuangan dan sarana kerja.
Sehingga untuk mewujudkan organisasi pemerintah yang semakin proporsional antara besaran keluaran atau hasil kerja (Out Put) dengan misi yang diemban. Adapun tujuan dari perampingan organisasi yaitu untuk memperjelas wewenang, tugas dan tanggung jawab masing-masing unit organisasi, sehingga tercipta organisasi yang lebih efisien dan efektif serta terhindar adanya duplikasi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pada unit-unit organisasi.
Jelas ini membutuhkan suatu Profesionalisme, dimana mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu atau orang yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankan suatu pekerjaan.

Dalam keprofesionalan ini tercakup juga di dalamnya adalah peningkatan sumber daya manusia guna menciptakan suatu kondisi dimana setiap pegawai mempunyai profesi yang jelas di bidang tugasnya masing-masing. Dengan dasar profesi akan tercipta kondisi aparatur yang lebih menggutamakan pengkualifikasian diri serta menciptakan etos kerja sebagai suatu nilai yang lebih utama dibanding dengan nilai kerja lainnya yang bersifat material. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat profesionalisme aparatur, maka akan semakin span of control dan pembidangan dalam suatu organisasi.
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menyatakan adanya dua jabatan, yaitu jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional. Jabatan Struktural mempunyai ciri memiliki kewenangan dalam perumusan kebijaksanaan, pengaturan, dan perijinan. Sedangkan jabatan fungsional tidak memiliki kewenangan tersebut sekalipun jabatan tersebut dipegang oleh pemaku jabatan dengan pangkat/golongan tertinggi. Kewenangan yang dimiliki jabatan fungsional adalah kewenangan profesional yang dilakukan secara berjenjang melalui sistim pengumpulan angka kredit.
Kecenderungan kearah fungsionalisasi jabatan ini akan berlangsung terus, sehingga secara berangsur-angsur jabatan struktural akan berkurang baik secara vertikal maupun horisontal. Sedangkan jabatan fungsional akan terus digiatkan karena dapat dijadikan salah satu alternatif solusi dibidang kepegawaian sebagai akibat dari perampingan organisasi.
Selanjutnya pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan yang terus meningkat menuntut kemampuan professional yang semakin tinggi dari setiap aparatur pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah sesuai bidang tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Oleh Karena itu setiap jabatan yang ada dalam organisasi pemerintah pusat dan daerah harus diisi oleh tenaga-tenaga yang mempunyai keahlian dan pengetahuan yang tinggi, kecakapan yang memadai, wawasan yang luas, dedikasi yang tinggi dan minat serta perhatian yang besar terhadap tugas pekerjaan dalam jabatan yang dipangkunya.
Keahlian dan pengetahuan yang tinggi yang dituntut dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil tidak hanya diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan tugas pemerintahan berdasarkan peraturan yang berlaku, tetapi diperlukan juga dalam melakukan pengawasan kegiatan dan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan perundangan. Agar pelaksanaan seluruh kegiatan dapat terlaksana dengan baik, maka diperlu dilakukan penataan terhadap jabatan yang ada pada instansi pemerintah, khususnya jabatan di daerah yang diperlukan dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah.
Jabatan-jabatan yang ada dalam organisasi pemerintah pada dasarnya dikelompokkan dalam dua golongan besar, yaitu Jabatan Struktural yang bobot tugas pekerjaannya bersifat menejerial, dan Jabatan Fungsional yang bersifat non menejerial. Jabatan Fungsional lebih menuntut persyaratan keahlian dan keterampilan teknis profesi tertentu yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan fungsi organisasi.
Hal ini tidak berarti bahwa profesionalisme di lingkungan aparatur pemerintah hanya dapat dikembangkan dalam jabatan fungsional, sebab jabatan fungsionalpun merupakan profesi yang juga perlu dimantapkan dalam rangka memimpin dan mengendalikan pelaksanaan tugas dan organisasi. Persoalannya adalah mengingat adanya kebijaksanaan pemerintah kearah perampingan struktur organisasi pemerintah yang berimplikasi kepada penyederhanaan jabatan struktural dalam batas-batas tertentu, sehingga konsekuensinya adalah perlu dikembangkan jabatan fungsional secara intensif. Pengembangan jabatan fungsional ini bukan untuk meniadakan jabatan struktural, melainkan untuk mengimbangi secara lebih proporsional dan rasional agar operasionalisasi tugas pokok dan fungsi aparatur pemerintahan dalam setiap bidang dan sektor terselenggara secara lebih produktif, berdayaguna dan berhasilguna.
Prospek pengembangan jabatan fungsional di lingkungan aparatur pemerintah dalam mewujudkan profesionalisme aparatur amat penting, namun demikian dalam prosesnya masih terdapat kendala dan tantangan yang harus dihadapi disamping peluang yang cukup besar untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Upaya pemerintah untuk mengembangkan jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil telah diletakkan dasar-dasarnya secara yuridis formal dalam UU Nomor 8 Tahun 1974 dan PP Nomor 3 Tahun 1980. Dengan diterbitkannya PP Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil dan KEPPRES Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, kedua peraturan perundangan tersebut saat ini digunakan sebagai dasar hukum penetapan jabatan fungsional pada berbagai instansi pemerintah.
Jabatan fungsional yang telah ditetapkan sampai saat ini berjumlah 103 jabata fungsional. Berapa jumlah jabatan fungsional yang harus ada di lingkungan instansi pemerintah sulit ditetapkan secara pasti, karena tugas-tugas pemerintahan terus berkembang. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi jabatan fungsional pada satuan organisasi pemerintah yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan.
Pengalaman menunjukkan bahwa untuk menciptakan atau mengembangkan jabatan fungsional tidaklah mudah, karena diperlukan analisis organisasi, analisis kepegawaian, analisis ketatalaksanaan/ manajemen dan sebagainya. Bila kita ingin mengembangkan jabatan fungsional yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, maka analsis-analisis tersebut harus dilakukan dengan cermat.

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan jabatan fungsional di pusat dan daerah perlu dilakukan penyempurnaan administrasi kepegawaian jabatan fungsional, baik dilingkungan instansi yang menggunakan jabatan fungsional maupun di instansi pembina yang secara fungsional bertanggung jawab dalam pembinaan jabatan fungsional dimaksud. Langkah ini sekaligus untuk mendorong proses percepatan berkembangnya jabatan fungsional di lingkungan aparatur pemerintahan.
Selanjutnya dalam konteks penataan kelembagaan pemerintah daerah dengan dukungan aparatur yang professional ini, maka lahirnya Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007, lebih diarahkan pada upaya rightsizing yaitu upaya penyederhanaan birokrasi pemerintah yang diarahkan untuk mengembangkan organisasi yang lebih proporsional dan transparan. Dengan upaya tersebut diharapkan organisasi perangkat daerah tidak akan terlalu besar. Dengan semangat pembaharuan fungsi-fungsi pemerintah (reinventing government) dalam rangka mendukung terwujudnya tata pemerintahan daerah yang baik (good local government).

Dalam konteks ini pemerintah daerah diharapkan menciptakan organisasi perangkat daerahnya yang lebih efisien dengan memberi ruang parttisipasi masyarakat yang lebih besar dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah. Dengan demikian langkah-langkah penataan organisasi perangkat daerah diarahkan untuk mewujudkan postur organisasi perangkat daerah yang proporsional, efisien, dan efektif dengan didukung oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas serta diterapkannya manajemen yang baik dalam menjalankan roda organisasi perangkat daerah tersebut.
Maka dari itu kiranya salah satu strategi yang bisa dilakukan oleh pemerintah Kota Banda Aceh pada Tahun 2008-2011 adalah melakukan rasionalisasi kebutuhan Formasi pegawai dan mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi di masing-masing level jabatan, sehingga tidak ada lagi kesan ada pegawai yang hanya nongkrong dan ngerumpi di kantor. Saatnya Pemko harus mengambil strategi yang tepat dalam menata manajemen kepegawaian, disinilah butuh Analisis Jabatan. semoga komitmen Pemko Banda Aceh dalam menata kepegawaian bisa terwujud, Amin

*Penulis adalah Kasubbag Kelembagaan dan Tata Laksana Pada Bagian Organisasi Setda Kota Banda

1 komentar: